Prakata : Tegal Panjang merupakan kebun ilalang yang terletak di kaki Gunung Papandayan dan Gunung Puntang. Tepatnya di selatan Kota Bandung. Untuk mencapainya kita harus menuju desa Cibatarua terlebih dahulu.

Setelah seminggu sebelumnya saya mengunjungi air terjun Cigamea. Maka pada minggu ini saya bersama dengan team Kaskus OANC (Smigun,  Kang Hadi, Kang Ndarz, Ian, Abi, Tiwi, dan Hendra) berkesempatan mengunjungi Tegal Panjang.(Oh tidak, lagi-lagi saya tidak mengikuti bimbingan skripsi :angel: ). Kami sengaja berkumpul di Kp. Rambutan agar tidak diracuni oleh team OANC lainnya yang pergi Cikuray jika kami berkumpul di Pasar Rebo :Peace: . Di terminal, saya juga bertemu dengan Hendra serta temen-temen lainnya dari Mutripala (maaf, batas usia maksimal Mutripala adalah 24 tahun dan hal inilah yang membuat saya tidak bisa mengikuti audisi Mutripala). Dari Kp. Rambutan kami bertolak ke Leuwi Panjang – Bandung. Dengan nilai TOSFL (Test of Sunda as a Foreign Language) 500 yang dimiliki oleh Kang Hadi kami mencarter sebuah taxi (alias elf) sebesar Rp. 250.000 menuju desa Cibatarua. Setelah hampir nyasar menuju Garut, taxi yang kami tumpangi akhirnya tiba di Masjid Cibatarua sekitar pukul 07.00. Bonus yang didapatkan selama perjalanan dengan taxi tersebut adalah benjol yang disebabkan kaca mobil berbenturan kepala :hammers . Di saat yang lain menuntaskan rasa kebeletnya, masih sempat-sempatnya Kang Ndarz mengobral tandatangan “Baim Wong” dan “Eka Ramdani” kepada anak-anak SD yang hendak bersekolah. :nohope: Selanjutnya mereka tidak mau pergi kalau belum difoto…

Dengan GPS offline kami memulai perjalanan ini. (Jangan dipikirkan terlalu mendalam mengenai pengertian GPS offline itu, karena tidak dapat pinjaman maka Kang Hadi berinisiatip mengeprint jalur pendakian dari Google Earth). Sangat dianjurkan untuk sering bertanya karena malu bertanya sesat di jalan, banyak bertanya memalukan.. Pemberhentian berikutnya adalah Desa Papandayan. Di desa ini kami juga banyak mengumpulkan banyak informasi mengenai jalur yang akan kami lalui. Pertanyaan penting lainnya adalah “Pa, warung nasi di mana ya..?” Setelah melewati kebun teh, kami sampai di ladang penduduk. Seharusnya dari ladang penduduk kami langsung masuk hutan, cuma karena merasa kurang afdol kalau ga nyasar seperti capter-capter Tegal Panjang lainnya maka dengan sukses kami hanya berputar-putar di ladang penduduk selama 2 jam.

Kang Pendi (inget pake P, kan urang Sunda :D) alias kang Kupluk (nama sayangnya kalo lagi berladang) menjadi penyelamat kami. Dia bersedia mengantarkan kami sampai Tegal Panjang. “Nyampe Tegal Panjang berapa kilo Kang?” “Ya, 1,5 km dei” jawabnya. Setelah melewati sungai yang agak deras dan kira-kira sudah berjalan selama 30 menitan, Kang Epi memutuskan untuk kembali ke Ladang meninggalkan kami untuk berjalan sendiri. “Ikutin aja jalan ini, pasti nyampe lah” seru Kang Epi, “terus berapa kilo lagi Kang nyampe Tegal Panjang?” Dengan mantap Kang Epi menjawab : “Ya, satu setengah kilo lagi..!!!” :hammer:

Pukul 15.00 Wib, kami akhirnya tiba juga di hamparan Ilalang yang cukup luas. Segala keletihan dan kepenatan terbayar juga akan indahnya alam Tegal Panjang. Saya yang sedari tadi hanya diam saja (dah laper boy) akhirnya bisa tertawa lepas melupakan sedikit ngilu di kaki dan lapar di perut. Smigun berinisiatif membuat “crop circle” dengan membentuk tulisan OANC dan untungnya niat itu tidak jadi dilaksanakan. Ga lucu aja kalo besok di koran lokal atau harian Nasional terpampang berita dengan judul “Benarkah Alien menyamar menjadi salah satu member OANC?”.

Minggu, 13 Februari 2011. Cuaca agak mendung di pagi hari ini. Sepertinya mentari agak malu-malu untuk keluar. Dan benar saja, mentari baru terlihat ketika ufuk sudah agak ke atas. Yang ada hanya menyisakan rasa kecewa bagi para pemburu Sunrise. Selain faktor teknis lainnya, hal yang paling penting dalam memotret Landscape adalah faktor “Lucky” Yup, Dewi Fortuna tidak berpihak kepada kami.

Nasi yang dicampur Abon, Kentang dan Kol yang dilumuri dengan sambel kacang (kalo kata kang Ndarz, siomay tapi khusus untuk siomaynya sudah dimakan tadi), Nugget, Sarden, Popcorn, dan telor merupakan menu sarapan yang hebat untuk pagi ini. Dan saya lebih memilih memakan Oat Meal (ga biasa makan nasi kalo pagi) serta mencomot nugget yang disertai dengan kata “Ah, saya mah ga percaya kalo Nugget ini keasinan.. Mana sini saya makan..”.

Pukul 09.30, kami beranjak meninggalkan Tegal Panjang. Dengan arah selatan menyusuri ilalang untuk kembali masuk ke hutan. Sebelum masuk hutan ada 2 percabangan dan kami mengambil arah ke kanan. Sempat membingungkan memang karena rapatnya hutan seperti tidak pernah dilalui dan manakala kami harus merangkak untuk bisa masuk hutan di awal-awal. Pertanyaan apakah ini jalur yang benar terjawab dengan adanya pita-pita yang melekat di batang-batang pohon. Sampai di tempat yang agak lapang, kami juga sempat kebingungan karena ada 2 jalur yang keduanya ditandai pita dan satu jalur lagi yang mengarah ke kanan. Setelah membaca lembaran capter  yang mengambil jalur lurus mendatar maka kami juga memutuskan untuk mengikuti petunjuk dalam capter tersebut.

Sampai di Guberhut hari sudah agak siang kira-kira pukul 13.00. Kami beristirahat cukup lama di sini. Tiba-tiba munculah sesosok Bapak yang mengaku bernama Budiman. “Dari mana Pa?” “Dari Tegal Panjang..” jawab Bp itu.. he? :matabelo: “Memangnya dari desa Cibatarua jam berapa pa?” , “Jam 08.00” he..? kami semakin keheranan… :confused:

Karena sudah kelelahan dan hari yang sudah semakin siang kami memutuskan tidak jadi mengunjungi Pondok Saladah dan Hutan Mati.

Wild Flower

Tegal Panjang

Morning at Tegal Panjang

Untuk foto2 lain dapat dilihat di sini