Di sini saya mau membahas sesesorang yang telah memegang 4 piagam Muri (Museum Rekor Indonesia); pendaki Indonesia tertua yang menginjak Puncak Ciremai (3.078 m, Jawa Barat pada usia 68 tahun), Puncak Slamet (3.423m, Jateng, 69 tahun), Puncak Semeru (3.676m, Jatim, 70 tahun), dan Puncak Rinjani (3.726m, Lombok, 71 tahun). Himawan mematahkan rekor sebelumnya atas nama Waronuddin dari Garut, yang mendaki Gunung Ciremai pada usia 60 tahun pada 17 Agustus 2004.

Himawan selalu membawa istri, Sri Pangerti (49 tahun), dan anaknya dalam tiap pendakian. Juga selalu ditemani pengangkut barang, pemandu atau pendaki setempat, karena tak begitu menguasai navigasi darat. Melalui pendakian gunung, Bapak 5 anak ini merasa kencintaannya terhadap alam dan Tuhan bertambah, Ketika sedang berada di ketinggian di puncak, kita baru menyadari betapa kecilnya diri kita ini jika dibandingkan dengan alam yang membentang luas di bawah kita. Rasanya sujud syukur saja tidak cukup untuk mengungkapkan rasa terima kasih kita terhadap Tuhan atas ciptanNya yang sangat indah dan hebat ini.

Himawan berharap bisa memacu motivasi semua orang, terutama para manula. Saya ingin memberi motivasi dan memberi semangat kepada para manula khusunya, bahwa usia lanjut bukan berarti tidak dapat melakukan aktivitas yang menantang.

Apa yang membuat Himawan ini bisa tetap mendaki sampai usia senjanya ini? Sejak usia 14 tahun, ia sudah memiliki kedisiplinan menjaga kesehatan tubuh dengan tidak merokok, tidak mengkonsumsi minuman keras, dan secara rutin dua jam sehari saya meluangkan waktu untuk berjalan kaki tanpa istirahat. Bahkan setiap hari Minggu saya bisa berjalan 10 – 12 jam, dan itu kebiasaan saya hingga sekarang ujarnya.

Yang mencengangkan kebiasaannya minum air putih. Tak tanggung – tanggung, 6 liter per hari! Setiap bangun tidur Himawan menghabiskan 1 liter air putih dan 2 butir telor ayam kampung. Himawan juga mempunyai resep khusus; campuran jeruk nipis, tomat, wortel, dan telor ayam kampung.

Pria kelahiran Temanggung, Jawa Tengah ini memegang erat beberapa moto hidup : mensyukuri pemberian Tuhan apa adanya, dan menjalani lakon hidup saat ini dengan sebaik – baiknya. Sebelum mencapai obsesinya Puncak Kerinci di Jambi, Himawan sudah menghadap sang Illahi. Hari Jum’at, 6 Maret 2009, pk. 15.56 wib, telah meninggal dunia di RS. Hasan Sadikin Bandung, karena pecahnya pembuluh darah di otak.

Lalu kembali pertanyaan kepada saya, Apakah akan pensiun mendaki Gunung suatu saat nanti? Bila Tuhan masih memberikan izin dan diberikan kesempatan, maka saya akan terus tetap mau mendaki dan sekali lagi, biar porter yang mengangkat cariel.. :D
Selamat jalan Bp, Himawan, semangatmu akan kami tanam terus dalam benak kami.

dikutip dari EAN edisi 52 / Mei – Juni 2008