Selain jalur Kledung, saya berkesempatan mendaki Gunung Sindoro melalui jalur Tambi bersama dengan teman-teman P24. Jalur ini dari awal  hingga akhir pendakian terus menanjak. Pohon rindang jarang kami temui, itu pun kalau ada hanya tersisa bekas tebangan pembalak liar. Mendekati puncak barulah ada pohon besar.

Jumat, 23 September 2011

Jam 17.00 kurang dikit, saya sudah bergegas meninggalkan kantor karena  Pa Anto (petugas loket) memberitahukan saya bahwa bus akan berangkat tepat pukul 17.30 WIB.  Masih dalam bayangan percakapan kemarin “Ga bisa telat dikit gitu Pa?” tawar saya.. “Ya paling telat 15 menitlah..!” serunya. 15 menit sebelum keberangkatan saya sudah sampai di Jembatan Gantung dan Omat menghubungi saya, “Ndri, bus berangkat jam berapa seh?” “Jam 17.30 mat, mang u dah di manakah?”jawabku, “Gw masih di Slipi..!”, Saya :  ” :hammers “

Hampir jam 6 sore ketika Omat tiba. Dan ternyata bus yang akan kami tumpangi belum juga ada :nohope:  Barulah jam 7 kurang bus perlahan masuk ke parkiran dan setelah menaikan penumpang baru pukul 7 lewat 10 bus berangkat ke Pulo Gadung untuk menaikan lagi penumpang dari sana. Dari Pulogadung saya lebih memilih untuk tidur. Terbangun ketika bus ini saya rasakan berhenti dan ketika melihat keluar jendela saya melihat banyak para wanita. “Koq banyak cewe ya, pada pake pakaian you can see dan celana pendek lagi?” ups  :shutup: ternyata bus sedang berhenti di Indramayu.

Bertemu dengan mas Sigit, Djoko, Oman Putih, dan beberapa temen lainnya yang juga sama mau mendaki Sindoro di tempat peristirahatan PO Malino. Mas Sigit adalah seorang yang ikut menghilang di Gunung Argopuro tempo hari. “Ga kapok naik bareng Djoko?” serunya kepada saya.. Pertanyaan yang salah ditujukan kepadaku, seharusnya saya yang bertanya kepadanya: “Ga kapok menghilang bersama om Djoko?”.

Sabtu, 24 September 2011

Sampai di terminal Wonosobo, celingak – celinguk cari temen-temen yang lain. Setelah anggota team berkumpul semua, kami bergegas menaiki bus 3 per 4. Saya lebih memilih tidur di dalam bus. Ketika bangun bus sudah sampai di desa Sigedang. Rencananya memang kami mulai mendaki dari Tambi. Ketidaktahuan kami akan pos 3 membuat bus itu dengan seenaknya menaikan lagi dan lagi tarif yang telah disepakati sebelumnya. Dari catper-catper lain yang saya baca, memang bahwa jalan masih bisa dilalui kendaraan sampai pos 3.

Dengan berdoa terlebih dahulu, kami memulai pendakian ini. Medan-medan awal adalah kebun teh yang kemudian berganti dengan padang rumput. Pukul 12.00 WIB pendakian kami hentikan untuk makan siang yang sebelumnya kami bungkus dari terminal Wonosobo. Tak bosannya saya tanyakan kepada Omat kita sudah berada di ketinggian berapa. Agar dapat mengira-ngira jarak yang harus ditempuh masih berapa jauh.

Awan Putih

Pukul 17.00 akhirnya kaki ini sampai juga di puncak Sindoro, om Djoko yang sudah sampai duluan mengajak kami untuk segera mendirikan lapak (baca : tenda). Berjalan mengitari kawah mati dan tepat di hadapan kokohnya Gunung Sumbing kami mendirikan tenda. Lokasi tempat mendirikan tenda cukup strategis karena samping kiri kanan dan belakang terlindung oleh bukit dan di depan kami bisa langsung menikmati Sunrise langsung keesokan harinya. “Mat, buruan diriin tenda, dah jam 5 neh” seruku ke Omat. Tenda MHW, meski sudah pernah dipakai sekali di Papandayan tetap bikin kagok waktu kami mendirikannya. Setelah selesai mendirikan tenda, saya dan Omat bergegas menuju pelataran barat puncak Sindoro untuk menikmati Sunset.

Cantigi Sunset

Puas menikmati sunset (dan ternyata hanya saya, Omat, dan Djoko saja yang pergi melihat Sunset) kami kembali ke tenda. Ketiadaan sumber mata air memaksa kami untuk tidak memasak makanan yang membutuhkan air. Jalan terbaik adalah menggoreng nugget dan memakannya dengan lontong yang telah disiapkan oleh Fitria. (hedeuh, padahal udah bawa mie, spaghetti, Oat Meal, dan pancake). Selanjutnya adalah mencoba praktek star trails. Hasilnya mana gan? maaf saya gagal.. hehehe, udara dingin memaksa saya untuk segera masuk ke dalam dekapan sleeping bag. Dan Omat memberitahukan bahwa suhu saat itu mencapai 7 derajat Celcius dan juga tidak begitu valid karena mungkin bisa lebih dingin. (Termometernya ada di jam tangan yang dipakainya).

Minggu, 25 September 2011

Pagi hari ternyata suhu menjadi lebih dingin. “3 derajat Celcius”  menurut pengakuan Omat. Sambil menunggu munculnya Mentari, tubuh ini tidak berhenti menggigil.

Sambut Pagi

Dengan bantuan air punya tetangga, Omat mulai memasak pancake dan saya menggoreng telor ceplok. Sarapan pagi ini roti tawar isi telor + pancake. Jam 8.00 WIB kami semua sudah selesai membongkar tenda dan persiapan turun. Setelah sesi foto keluarga dan dilanjutkan berdoa kami pun mengakhiri kegiatan kami di puncak Sindoro. Kami turun melalui jalur Kledung.

Ternyata kebakaran melanda kawasan hutan sebelum puncak. Api tampak  masih menyala dan saya hanya bisa berucap semoga lekas padam dan hijau seperti sedia kala.  Tak ingin terlambat menuju Wonosobo saya menaikkan tempo dalam menuruni punggungan Sindoro dengan resiko membuat gagal dengkul dengan cepat. Jalur yang curam sebelum pos 3 juga membuat saya jatuh bangun Air yang saya bawa hanya 3/4 botol besar yang kemudian saya pindahkan ke waterblade. Cuaca panas dan debu yang mendominasi membuat saya terlalu cepat meneguk air. Seteguk dua teguk dan saya pun menyadari kesalahan saya. Terlalu cepat meminum sedangkan basecamp masih sangat jauh.

Gunung Sumbing

Setelah pos 3 saya berjalan sendirian. Rombongan depan sudah jauh sedangkan rombongan lain tertinggal di belakang. Air di waterblade semakin menipis dan saya menyedotnya bila tenggorokan sudah benar-benar kering dan itupun hanya seteguk dikit guna membasuh tenggorokan ini. Pelan-pelan saya berjalan agar tidak terlalu capai dan bila ada pendaki lain yang turun melewati saya, saya mempersilakan duluan dan terus bertanya, “Mas, basecamp masih berapa jam lagi?” Pendaki lainnya yang sedang turun , seorang remaja yang saya taksir masih di bangku sekolah menengah melewati saya. Saya melihat cadangan air di kantong celananya masih banyak dan tanpa basa basi saya memintanya.

Sebelum pos 2, saya bertemu dengan Dya dan Dwie. Problem mereka sama dengan saya, hampir kehabisan air. Kami pun berjalan bersama (tapi lebih banyak ketinggalan sayanya). Sesudah pos I kami melihat para ranger (polisi hutan) sedang beristirahat. Melaporkan kejadian kebakaran hutan kepada mereka dan yang terpenting meminta air kepada mereka. Sebelum masuk vegetasi ladang penduduk, Dwie meminta Djoko untuk mengirimkan ojeg. Dan dengan ojeg selanjutnya kami menuju basecamp.