gw lupa kapan naik ke Cikuray. Tapi itu terjadi ketika akan tahun baru menjelang.

Tanggal 30 Desember
malam hari, team yang beranggotakan sangat banyak ini (Andrie & Noel) menumpang kereta ke Bogor dari stasiun Pasar Minggu. Sesampai di Bogor tak lupa kami mengunjungi almamater kami Seminari Menengah Stella Maris. Dari Seminari kami menuju ke pintu Tol Ciawi. Dan dari Ciawi kami akan menaiki bus untuk menuju terminal Garut. Ketika bus berwarna hijau itu tiba (gw lupa apa nama bus itu) bergegaslah kami menaruh cariel di bagasi dan kami mendapatkan tempat yang istimewa di dalam bus tersebut yaitu tempat untuk berdiri…:D
Ternyata yang akan ke Garut malam itu tidak hanya kami saja karena bus sangat penuh sesak.

31 Desember
pukul 3 pagi kami berdua tiba di terminal. Mata masih terasa berat. Sambil menunggu pagi, kami memesan kopi. Kami berjumpa pendaki lain di terminal dan yang ternyata satu bus dengan kami. Mereka juga hanya berdua dan berencana mendaki Gunung Papandayan. Pukul 6 suasana terminal sudah mulai ramai. Kami kebingungan harus menaiki angkot no berapa yang akan membawa kami. Di tengah kebingungan itu, kami memutuskan untuk nyabu dulu alias nyarap bubur demi mengisi tenaga.
Dari ibu penjual bubur barulah kami mengetahui bahwa kami harus menaiki angkot no. 06 dan biasanya angkot itu ngetem di pasar yang terletak di luar terminal. Hehehe, untung saja kami nyabu dulu.

Dari pasar kami diantar ke kebun Teh Deu (wah gw lupa neh namanya). Berdasarkan cerita yang saya baca, kita harus lapor dulu ke post satpam. Dan perjalanan ke post satpam memakan waktu sekitar 45 menit. Dari satpam kami baru mengetahui bahwa untuk menuju ke pemancar bisa menaiki ojeg. Wow, akhirnya kami memilih untuk naik ojeg ke Pemancar. Kami baru menyadari kalo hari ini adalah tanggal merah dan para gadis ayu pemetik teh tidak ada yang bekerja.

Banyak pemancar TV yang ada di kaki gunung ini. Karena ketika kami tiba hanya penjaga stasiun TV Indosiar yang menyapa, jadilah kami mengunjungi mereka. Mengunjungi atau minta minum? weits bukan kami loh yang minta tetapi mereka yang menawarkan mau minum teh hangat atau kopi. Di sini kami harus mengisi perbekalan air, karena air hanya bisa didapat di sini.

Pukul 11 siang, berangkatlah dua anak manusia demi mencari jati diri dan menekan ego dalam hati untuk berhura – hura di malam pergantian tahun. Jalur yang kami lalui hampir sama dengan trek jalur Gunung Putri. Awal pendakian kami bertemu dengan sekelompok pendaki lain yang akan turun. Kami melihat salah satu dari mereka mengambil atau mencabut pohon edelweiss. Gila..! Mau ngapain dya mencabut tanaman itu..! Memetik bunganya saja saya tidak mau, tapi dya malah mencabutnya. Saya tanya aja, “Mas mang mau ditanam di mana? Mang Hidup kalo ditanam?” yang ditanya hanya cengar cengir ketawa ketiwi ga jelas. Dasar vandalis seruku dalam hati.
Di tengah perjalanan hujan mengguyur kami berdua. Kami segera memakai jas hujan. Selama perjalanan beberapa kali saya tertinggal jauh oleh Sdr. Noe-el dan stamina saya seperti habis. Oh iya waktu sudah menunjukan pukul 13.00 dan perut saya minta diisi. Sisa kerupuk bekas makan bubur tadi pagi terpaksa menjadi pengganjal perut.

Pukul 17.30, saya melihat sebuah menara dari kejauhan. Stamina yang sudah loyo ini tiba – tiba bangkit kembali. Sambil berteriak, Woi Ko.. (nama asli Noe-el) PUNCAK…! saya pun mempercepat langkah saya dan Noe-el pun segera mempercepat pula langkahnya. Sesampai di puncak, hujan seakan tidak mau berhenti. Saya merasa sangat kedinginan dan lagi karena jas hujan yang dibeli yang murahan, maka robekan – robekan tidak bisa dihindari dan sukses membuat kami berdua basah kuyup. Ternyata di puncak sudah ada pendaki lain yang mendirikan tenda dan di puncak inilah kami bertemu dengan 2 pendaki lain yang berasal dari Garut. Salah satunya bernama Dicky. Mereka juga akan mendirikan tenda. Saya dan Noe-el membantu mendirikan tenda mereka terlebih dahulu dan barulah mereka membantu kami mendirikan tenda pramuka. Tenda kami hanya bertahan sekitar 15 menit, setelah dihempas angin rubuhlah tenda kami. Karena tenda Dicky cs masih muat, kami pun bergabung dengan mereka.

Dari obrolan, saya baru mengetahui kalau Dicky sudah 8 kali mendaki Gunung ini. Hari sudah larut dan sialnya slepping bag saya basah maka mau tidak mau saya tidur sambil berbasahan ria.

01 Januari 200?
Tahun baru telah tiba tapi sayangnya matahari baru muncul dengan tidak sempurna. Sinarnya tertutup awan dan pemandangan indah di atas puncak hanya berlangsung sebentar karena kabut turun dengan cepatnya. Pukul 08.00 setelah menyantap mie rebus kami turun. Jalur yang kami lalui sama dengan yang kami naiki dan kali ini Dicky cs ikut bersama kami. Dya akan mengunjungi saudaranya di kaki bukit. Pukul 13.00 akhirnya kami tiba juga di Pemancar. Dan sudah menunggu kendaraan kami “ojeg” untuk mengantar kami kembali ke perkebunan teh.