Liburan Lebaran 2007, saya memutuskan untuk menghabiskan masa liburan dengan mendaki Gunung Lawu di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur bersama dengan teman saya bernama Bacil. Kami telah kehabisan tiket bus kota Limas dengan rute Bogor – Solo dan tidak ada bus lagi dalam waktu 1 – 2 hari ini karena tidak ada bus yang kembali ke Bogor. Akhirnya dengan susah payah merayu pemilik loket, akhirnya kami diberikan juga 2 buah kertas bertuliskan Sleman. Ha? Sleman, kan tujuan kami mau ke Solo Pa? Ntar kalo da sampai ke Sleman banyak koq bus menuju ke arah Solo…, Waduh? Mana pertama kalinya kami pergi ke Solo lagi..! Belum habis rasa heran kami, kenapa bukan karcis yang diberikan melainkan hanya kertas, sang empunya pemilik loket berkata, “Ntar, kamu duduknya di tempat tidur supir ya…!” Ha….? Ya sudahlah kami mengiyakan saja. Duduk di tempat tidur supir tidaklah terlalu buruk. Meskipun tepat di belakang WC, tetapi kami bisa tidur selonjoran secara bergantian.
Kami tiba di terminal Sleman pada pukul 2.30 pagi. Hanya ada tukang ojeg yang mondar – mandir menawarkan jasanya. Pada akhirnya pukul 07.00 pagi kami melihat sebuah bus dengan tulisan Yogyakarta – Solo, dengan sedikit berlari karena takut ditinggal kami menaiki bus tersebut. Dari Solo kami harus menaiki bus dengan tujuan Tawamangu. Perjalanan ke Tawamangu tak ubahnya sama dengan ketika kita pergi ke Puncak – Cipanas. Jalannya naik turun serta berkelok – kelok. Dari terminal Tawamangu untuk menuju ke Cemoro Sewu bisa dilakukan dengan berjalan kaki atau menaiki colt dengan tujuan Sarangan. Colt yang kami tumpangi tampak sudah tua. Mobil yang seharusnya hanya diisi 12 – 15 orang dipaksa untuk menambah bebannya menjadi 25 orang demi kepentingan supir mengejar setoran tanpa memperdulikan dari segi keamanan.
Sesampai di Cemoro Sewu, kami mengisi botol – botol air minum karena mata air hanya ada di Sendang Drajat.
Dimulailah perjalanan kami untuk mendaki Gunung Lawu. Jalur Cemoro Sewu cukup terawat. Batu – batu disusun sedemikian rupa sehingga menyerupai anak tangga. Mungkin karena banyaknya pendaki yang datang pada akhir pekan dan malam satu suro, maka jalur Cemoro Sewu dirawat dengan baik.
Kami tiba di Sendang Drajat sekitar jam 6 sore. Angin yang berhembus sangat kencang, serta kabut yang menghalangi pandangan kami. Kami memutuskan untuk menginap di Sendang Drajat dengan alasan kami juga belum tahu medan untuk pergi ke puncak. Kami mendirikan tenda di warung penduduk. Ada beberapa warung yang memang didirikan di sekitar jalur menuju puncak. Akan tetapi karena menjelang Lebaran, semua warung tutup.
Sendang Drajat adalah sebuah mata air keramat. Konon katanya bila kita mandi atau minum air Sendang Drajat akan diberi berkah. Air di Sendang Drajat tidak pernah habis. Di Sendang Drajat hanya kami berdua yang mendirikan tenda.
Malam itu kami lewatkan dengan dinginnya udara. Meskipun kami telah mendirikan tenda serta tidur di sleeping bag, kami tetap tidak bisa mencegah dinginnya malam.
Pukul 03.00 dini hari, kami dikejutkan dengan suara gaduh. Ternyata ada sekolompok pendaki yang lewat. Akh, akhirnya ada teman juga yang memberi tahu jalur menuju puncak Hargo Dumilah.
Kami sepakat untuk pergi ke puncak bareng. Kami tidak mengejar sunrise karena kabut yang masih turun. Dari Sendang Drajat menuju Hargo Dumilah kira – kira memakan waktu 45 menit. Hore…, akhirnya sampai juga di puncak Hargo Dumilah kami disambut oleh pendaki lain yang memang telah menginap sejak kemarin. Kami tidak bisa berlama – lama di puncak karena kami akan turun melalui Cemoro Kandang. Secara kebetulan, baru saja ada yang turun dari jalur Cemoro Kandang. Kami pun bergegas mengejarnya. Tetapi sampai kami di pos Cemara Kandang kami juga tidak bertemu dengan mereka. Ke mana ngilangnya ya tuh orang…? Jalur Cemoro Kandang tidak sebagus dengan jalur Cemoro Sewu. Jalannya masih setapak dan kadang – kadang bercabang.
Sesampai di basecamp Cemoro Kandang, kami melihat banyak muda mudi yang sedang berpacaran. Cemoro Kandang memang menjadi tempat favorit para remaja memadu kasih. Hari sudah semakin siang dan cacing dalam perut kami sudah berteriak. Jadilah kami mencari warung. Banyak sekali tempat makan yang menjajakan jajanannya. Kami memesan goda – goda serta teh manis hangat tanpa es. Hm, nikmatnya makan kalo sudah benar – benar lapar, apa aja masuk! Thank’s God atas perlindunganMu sepanjang perjalanan kami. Amin.
note : bila teman2 naik kereta bisa turun di stasiun Balapan. Dengan menumpang becak atau berjalan kaki teman2 bisa menuju ke terminal bus Solo karena letaknya tidak begitu jauh dari stasiun.
Hallo Boss ! Kapan ke Slamet lagi ni.. Mampir ke gubugku kalo kapan2 ke Slamet lagi.. Thks
belum ada rencana ke Slamet lagi neh bro… :D
thank’s tuk undangannya..